“sabar Han, setelah malam ini rekamannya
selesai.” Ghifarr berkata pada sebuah foto yang terfigura rapi di ujung meja.
Momen delusi dan tak termiliki adalah kristalisasi
potensi, ia selalu berkata ke diri sendiri ketika membuat sesuatu dan berkarya
yang terdengar oleh orang lain. raungan jangkrik terdengar merayu di luar.
Sebuah foto terselip, dan wajah lain oriental menggodanya manja.
Namun satu ketukan terdengar di kontrakan, dan
Ghifar menoleh dan mengabaikannya, tenggelam dalam mengaduk lagu bait dan
partitur, tetapi ketukan itu konsisten….. dan Gifar baru mulai bereaksi ketika
terdengar suara pintu terdobrak. Tiga bayangan bergerak cepat, menghempaskan tubuh
kurusnya ke dinding dan menendangnya dengan sepatu lars.
“Abydzar Alghifari?” Tanya suatu suara berat.
Merasa tak ditanggapi ia kembali menginjak dada
Gifar dengan sepatu lars.
“saya…”
Si pemimpin mengangguk dan menyeret tubuh Gifar
dari kontrakannya. Melemparnya ke dalam sebuah bak truk berbau busuk yang diisi
tubuh-tubuh teraniaya. Gifar mencoba bangkit namun ia sulit bernafas dan
bergerak. Lonjakan truk terdengar dan samar-sama ia melihat wajah sesame
penghuni truk. China, pria biasa, pemuda, dan satu satu ia bisa melihat
beberapa wajah yang ia kenali sebagai aktivis kampusnya. Semuanya diculik paksa
entah untuk apa.
Gifar merasakan konvoi truk itu berhenti diluar
kota Bandung, dimana ia melihat cahaya berkobar mencakari langit. Dan suara
derakan dan teriakan. Tembakan, dan ia
bisa melihat orang-orang dilempar turun dari bak truk dan dilempar ke dalam
lubang untuk kemudian ditembaki dan diurug dengan alat berat.
Dan ia mendengar teriakan dan para penghuni
truk keluar, masing masing menerima hantaman popor dan tendangan sebelum
berjajar di tepian lubang. Dan tanpa kata kata gifar bisa melihat moncong
moncong senapan dinaikan. Dan berondongan terdengar, dan semuanya gelap.
Dari kegelapan tangannya menggapai mencoba
mendorong keluar dari tumpukan berbau busuk. Menyeret tubuh keluar dan satu
satu melangkah keluar. Tanpa kacamata ia hanya melihat citra kabur dari ufuk
mentari bersinar. Gifar merabai sekujur tubuhnya yang lecet, dan lengan kirinya
tak dapat bergerak. Tetapi ia mencium bau pagi dan bersyukur setidaknya ia
masih hidup meski tak mengerti mengapa ia diseret dan dikubur tak bernama
disatu tempat tak dikenal
Berjalan
diantara tanah gembur berbau anyir, terdengar suara diantara hembusan
angin. Gifarr terduduk, suara angina
membawa desir baru yang samar terdengar… suara tangisan. Dan ia terdiam, lari
atau mencari. Ratusan orang dikubur dan ditembak mati, tidak mungkin ada yang
selamat.. tetapi….
Gifar
menyeret kakinya, mengabaikan rusuknya yang berdenyut ngilu. Dan suara tangisan
semakin terdengar jelas. Dan ketika semakin dekat ia melihat setumpukan tanah
gembur. Menggali dengan tangannya yang kotor, dan tangisan itu makin kencang
terdengar, ghifar mengambil sumber tangisan. Seorang bayi rapuh, perempuan
menangis lapar, kedinginan… Gifar memeluk sang bayi erat, mencoba
menghangatkan. Selembar kepingan leontin berkilau diantara lumpur. Bertuliskan
Ratu Vienny
Fitriellya…
Ghifar
tersenyum Getir…”namamu bagus, sayangnya nasibmu tak sebagus namamu..”
Tangis sang
bayi berubah menjadi sedu sedan.. dan dengkuran halus.
Gifar
bangkit dan membungkus sang bayi dengan kemejanya yang juga kotor berlumpur. Terseok
seok meninggalkan padang sunyi gembur berisi mayat.
No comments:
Post a Comment