Friday, November 7, 2014

Resistance Series, ODA 448, Prologue,


“sabar Han, setelah malam ini rekamannya selesai.” Ghifarr berkata pada sebuah foto yang terfigura rapi di ujung meja.

Momen delusi dan tak termiliki adalah kristalisasi potensi, ia selalu berkata ke diri sendiri ketika membuat sesuatu dan berkarya yang terdengar oleh orang lain. raungan jangkrik terdengar merayu di luar. Sebuah foto terselip, dan wajah lain oriental menggodanya manja.

Namun satu ketukan terdengar di kontrakan, dan Ghifar menoleh dan mengabaikannya, tenggelam dalam mengaduk lagu bait dan partitur, tetapi ketukan itu konsisten….. dan Gifar baru mulai bereaksi ketika terdengar suara pintu terdobrak. Tiga bayangan bergerak cepat, menghempaskan tubuh kurusnya ke dinding dan menendangnya dengan sepatu lars.

“Abydzar Alghifari?” Tanya suatu suara berat.

Merasa tak ditanggapi ia kembali menginjak dada Gifar dengan sepatu lars.

“saya…”

Si pemimpin mengangguk dan menyeret tubuh Gifar dari kontrakannya. Melemparnya ke dalam sebuah bak truk berbau busuk yang diisi tubuh-tubuh teraniaya. Gifar mencoba bangkit namun ia sulit bernafas dan bergerak. Lonjakan truk terdengar dan samar-sama ia melihat wajah sesame penghuni truk. China, pria biasa, pemuda, dan satu satu ia bisa melihat beberapa wajah yang ia kenali sebagai aktivis kampusnya. Semuanya diculik paksa entah untuk apa.

Gifar merasakan konvoi truk itu berhenti diluar kota Bandung, dimana ia melihat cahaya berkobar mencakari langit. Dan suara derakan dan teriakan.  Tembakan, dan ia bisa melihat orang-orang dilempar turun dari bak truk dan dilempar ke dalam lubang untuk kemudian ditembaki dan diurug dengan alat berat.

Dan ia mendengar teriakan dan para penghuni truk keluar, masing masing menerima hantaman popor dan tendangan sebelum berjajar di tepian lubang. Dan tanpa kata kata gifar bisa melihat moncong moncong senapan dinaikan. Dan berondongan terdengar, dan semuanya gelap.


Dari kegelapan tangannya menggapai mencoba mendorong keluar dari tumpukan berbau busuk. Menyeret tubuh keluar dan satu satu melangkah keluar. Tanpa kacamata ia hanya melihat citra kabur dari ufuk mentari bersinar. Gifar merabai sekujur tubuhnya yang lecet, dan lengan kirinya tak dapat bergerak. Tetapi ia mencium bau pagi dan bersyukur setidaknya ia masih hidup meski tak mengerti mengapa ia diseret dan dikubur tak bernama disatu tempat tak dikenal

Berjalan diantara tanah gembur berbau anyir, terdengar suara diantara hembusan angin.  Gifarr terduduk, suara angina membawa desir baru yang samar terdengar… suara tangisan. Dan ia terdiam, lari atau mencari. Ratusan orang dikubur dan ditembak mati, tidak mungkin ada yang selamat.. tetapi….

Gifar menyeret kakinya, mengabaikan rusuknya yang berdenyut ngilu. Dan suara tangisan semakin terdengar jelas. Dan ketika semakin dekat ia melihat setumpukan tanah gembur. Menggali dengan tangannya yang kotor, dan tangisan itu makin kencang terdengar, ghifar mengambil sumber tangisan. Seorang bayi rapuh, perempuan menangis lapar, kedinginan… Gifar memeluk sang bayi erat, mencoba menghangatkan. Selembar kepingan leontin berkilau diantara lumpur. Bertuliskan


Ratu Vienny Fitriellya…

Ghifar tersenyum Getir…”namamu bagus, sayangnya nasibmu tak sebagus namamu..”

Tangis sang bayi berubah menjadi sedu sedan.. dan dengkuran halus.


Gifar bangkit dan membungkus sang bayi dengan kemejanya yang juga kotor berlumpur. Terseok seok meninggalkan padang sunyi gembur berisi mayat.

No comments:

Post a Comment