Thursday, July 31, 2014

Der Opresso Liber: Operation Wota Merdeka-1



7th SFSG Okinawa. ODA-748 Barracks.

Seorang pria bertubuh kurus mendayung sepedanya, melambai kepada penjaga gerbang yang terpaksa setuju dengan tingkah antiknya pulang jauh dari jam yang ditentukan. Tak berapa jauh sang pria melempar setumpuk DVD porno JAV terbaru yang menjadi oleh oleh bagi para caraka gerbang yang bosan kedinginan.

Ia turun dari sepeda dan melewati sejumlah barak kosong yang hampir roboh karena jarang dihuni. Ia membuka satu barak dan disambut suara dengkuran beberapa orang. Rutinitas di ODA 748 sepulang dari korea selalu sama. Tidur dan bermalas-malasan. Kecuali bintara peletonnya yang entah kemana, praktis hampir semua anggota ada dibarak.

Sang pria melempar tasnya, membuka celananya dan mulai mengeluarkan air seni. Bau tajam cerutu mahal tercium. Ia menghela nafas berat, “Kolonel?”

“major Taz, bagaimana penelitianmu?” sebuah suara dari WC duduk di ujung kamar mandi terdengar.

“menyenangkan… aku bertemu dan mempelajari banyak hal dari budaya jepang yang luhur dan telah ber-akar lama.” Mayor Arie Taz Notodiredjo menyelesaikan pipisnya dan menarik celananya. Menyiram toilet dan duduk diatas toilet sembari membakar sigaret lucky strike.

“maksudmu ngabisin sisa dana operasional detasemen untuk menggenggam tangan gadis gadis yang lebih patut jadi ponakanmu? Dan mempraktekkan bahasa jepangmu yang superpayah itu?”

Major Taz tidak menjawab apapun, kolonel ini memang menyebalkan. “saya tidak akan berkomentar banyak kolonel, terutama kita pernah sama sama muda.” Kemudian ia melempar puntung sigaret ke dalam lubang kakus, “siapa orang tolol yang melempar kondom dalam kakus?” dan menutu kakus, “ada situasi kurang penting apa lagi yang harus ODA 748 tangani?”

Sang kolonel melempar setumpuk file, “situasi di Indonesia. Penggalangan, kau dan ODA 714 diputuskan untuk menggalang perlawanan terhadap ISISA. Seperti biasa, turmoil dan perlawanan dan pemberontakan, misimu adalah, menggalang orang sepertimu, sesama wota..”

Major Taz mengangkat sebelah alis, “pardon me?”

“ya sesama wota, mereka termasuk fanatik terutama bila menyangkut gadis-gadis idola mereka. Ada bisik-bisik mereka berusaha mengungsikan idol mereka in case ISISA memasuki Jakarta, dan ISISA kini hanya berjarak 60km dari jakarta.”

“ini stupid. Darimana kolonel Yakin kita bisa menggalangnya? Ini konyol dan bunuh diri!” major Taz menyobek-nyobek dan melempar lembar lembar briefing ke dalam lubang kakus.

“kalau tidak konyol dan misi ini bakal berhasil aku akan memberiannya pada Delta atau SEAL atau SAD CIA, bukan detasemen pariah dengan prestasi paling rongsok di seluruh 7th Special Forces.” Sang kolonel menghirup cerutunya. “major Taz, lulus dari sekolah perwira nomer dua dari bawah, mencoba tiga kali masuk Special Forces, gagal promosi dua kali, sekali penundaan pangkat, semua medali dicabut, sementara rekan se-lichting-mu sudah jadi letnan kolonel dan punya batalion sendiri, kau tetap jadi komandan detasemen. Dan kau mengharapkan dapat misi high profile?”

“terserahmu Kolonel, oh ya, lain kali kalau menceramahiku pakai celana dulu.” Major Taz berlalu, sang kolonel melanjutkan game di tabletnya sambil memasang wajah tak peduli.



“Dammit, three stars? This angry bird space is a joke!” dan suara babi tertawa terdengar

No comments:

Post a Comment