dua bayangan di tengah palagan beradu. saling mengejar dan saling menikung mencoba mengambil posisi terbaik, bagai dua ekor anjing saling bertarung memperebutkan tulang. terkadang saling berguntingan layaknya dua camar, kadang memanjat bagaikan erupsi putih bersih mencakar langit.
dua jet satu berwarna Hitam Kelabu berkejaran dan berjumpalitan berlawanan dengan jet lain berwarna kelabu biru bermoncong Merah, kehabisan misil, kehabisan roket kini mereka berduel dengan kanon, ibarat dua ekor anjing saling bergelut saling menikung, saling menggunting, menanjak menukik menyabit angkasa... mereka berdua adalah Su-35 Flanker E yang kini berduel dengan F-15SE Silent Eagle.
pilot Eagle memainkan stik kemudi dan memulihkan diri, mengarahkan moncong ke eagle yang kini berada dibelakangnya. kedua burung besi menikung dalam jarak yang amat rapat, terlalu rapat untuk menembakkan kanon.... dan
di sisi lain, pilot flanker menahan seluruh otot perutnya mengajak sang burung besi untuk kembali menikung, menyambut si rajawali hitam yang telah menggasak dan bertempur melawannya selama hampir dua bulan.
kedua jet kembali berhadapan. pilot Strike Eagle mendorong tuas mesin ke kekuatan penuh, jempol dirinya menggeser tombol kecil di tuas mesin, memilih kanon, kelingking menekan tombol pelepas suar pengecoh rudal..kebiasaan. begitu bayangan flanker di depannya hampir memenuhi kaca kokpit dan HUD ia menarik telunjuk ke belakang....
pilot flanker menekan satu tombol di tuas mesin, dan telunjuknya menarik pelatuk.... dan...
kanon gatling Vulcan 20mm menyalak mengirimkan puluhan proyektil sebesar jempol kaki ke udara....
kanon Revolver GsH menyalak mengirimkan proyektil sebesar botol cola ke udara....
bola api terlihat dan semuanya menjadi gelap.....
"bermimpi buruk....?"
mataku terbuka dan keringat dingin meraja. sementara tubuhku terguncang dan pandangan kabur, perlahan mata mengambil fokusnya kembali, dan tanganku meraih wajah itu. yang seketika senyum manis itu meneduhi kegamangan pasca mimpi.
"Ve? kenapa" ya seperti biasa kamar barak dengan laburan interior tanpa selera seperti ditenggelamkan keberadaannya. yang, entah bagaimana tak bisa dibenci
"aku baru datang tadi pagi, kukira kau tidur seperti biasa, dan... sekarang kau sering mimpi buruk?" wajah itu berubah khawatir. tidak berubah, tidak bergeser sedikitpun dari orang yang kukenal.
"semenjak perang dan dan bertugas tempur aku sering bermimpi buruk. mungkin stress." aku bangkit dari kasur dan mengambil air tetapi menemukan segelas kopi hangat. kutarik sebatang rokok, mencari asbak dan korek, sebelum aku sadar bersama siapa. menantang mataku dengan wajah tak setuju.
"tidak baik buat kesehatan, sampai kapan kau terus keras kepala dan membantah." ia menarik rokok dari sela bibirku dan menuntunku ke kursi, kemudian duduk disebelahku, "aku kemari mau meminta tolong.."
"untuk?"
"aku butuh bantuanmu..."
"buat apa Her Excellency Jessica Abigail Veranda? terakhir kali kau meminta bantuanku, ayahmu hampir meludahi wajahku."
wajahnya berubah sedih, seketika ia menghindari tatapanku. tetapi ia berhak dapatkan itu. ia berhak disakiti ia berhak merasakan bagaimana rasanya terhina dihina dan digilas dengan kekuatan penuh.
teringat ketika dulu aku masih seorang pemuda lugu, diperkenalkan padanya ketika kelulusan akademi. ketika pendidikan ia datang dan seolah menarikku dalam pelukannya. masa masa tertawa bersama, aku yang lugu terpesona dan dicengkeram oleh teduh hatinya hingga melupakan hal dasar. ia salah satu pewaris kaisar, dan aku cuma rakyat jelata. kaisar mengetahui itu dan melemparku untuk mati dalam perang diperbatasan walkuristan. hanya kematiannyalah yang memungkinkanku untuk kembali ke ibukota.
menemukan ia sudah bersama orang lain, dan akhirnya menjadi janda karena lelaki yang dijodohkan padanya adalah bajingan yang memilih gadis brengsek lainnya. dan sekarang ia muncul lagi.
"alpha, jangan seperti itu... bukan aku yang butuh bantuanmu, tapi negara ini."
aku menarik nafas dan menarik dahak sejorok mungkin yang membuat naluri terhormatnya ternoda. tetapi ia tidak bergeming. meludahkan dahak keluar jendela, "aku sudah memberikan semuanya, 53 jet musuh, pangkat, medali, gelar, semua kudapat sebagai ganti apa yang sudah kuberikan. kenapa pembohong sepertimu harus kubantu? tidak usah bawa-bawa negara, omong kosong!"
ekspresi terlukanya makin membuatku puas, aku takkan terkejut jika ia berdiri dan berlari keluar dari ruangan, persetan dengannya.
tapi aku salah,
"Katya membawa negara ini dalam perang sekali lagi. kali ini berbeda. Alpha, kau tahu jika pertahanan Walkuristan rubuh dan kini mereka mundur sambil pontang panting ke ibukota?"
"terus?" katya adalah panggilan sayang Katyarona Kusumayev, Kaisarina pengganti ayahnya, adik dari Abigail Veranda.
"ini berbeda, dahulu mereka melawan, sekarang mereka mundur seolah-olah hendak menyelesaikan ini semua... semuanya berbau... jebakan."
"kau hanya berfikir merebut tahta bukan?" keluarga monarki brengsek hanya mencari kesempatan untuk menang sendiri, "ternyata sama saja dengan dahulu.."
kali ini ia benar benar menangis, "kau salah, aku menerima kabar dari garis depan dan laporan intelijen jika ada lebih dari 10 Divisi kini di ibukota walkuristan, mereka berbeda. ketika aku memberitahu Katya ia mengabaikannya. dan kini terakhir kali kuterima kabar ada lebih dari lima divisi lagi bersiap di sekitar ibukota, mereka hendak menyerang balik Alps!"
"omongkosong... keluar dari sini! cabut semua medali pangkat apapun juga yang kaumau tapi aku takkan ikuti rencana busukmu!"
ia hanya terdiam...
"KELUAR!"
ia bangkit dan berbalik, namun sebelum ia melangkah keluar dari pintu terdengar gemuruh panjang. dan mentari pagi dihalangi asap tebal di kejauhan. aku tahu persis tempat apa itu. tempat penimbunan bahan bakar untuk 3rd Shock Army, logistik untuk pertempuran selama 3 hari kini hanya berupa asap mengepul dan membara...
gemuruh lain terdengar, diantara langit pagi, empat jet berwarna Hitam Pudar melintas.... Strike Eagle,
begitu rendah seolah bisa tercapai.... aku mengepalkan tangan, memandang dengan geram...
"alps, suatu saat kau akan mengerti, saat itu, carilah aku..." suara itu terdengar diantara isak, "dulu dan sekarang aku tetap mencintaimu... maaf."
aku berbalik hendak mengeluarkan luapan emosi lebih pedas lagi... namun Veranda tidak ada lagi disana, hanya kamar kosong.
No comments:
Post a Comment