kereta terakhir merayap pelan-pelan meninggalkan peron. dimana satu-satu manusia sibuk dan lelah menghilang dari stasiun. ego kesombongan khas kaum urban tidak mempedulikan seorang pria yang terduduk di bangku keras stasiun.
ia mengenakan mantel hujan yang lusuh, telinganya seolah menikmati samar samar denting air hujan berceceran di atap stasiun. sebuah ransel terduduk rapi disebelahnya. wajahnya tanpa ekspresi dengan mata kosong, dipenuhi janggut dan rambut tebalnya berkelebatan ditiup angin, kering dan menguning diterpa nikotin dan kerasnya cuaca.
sembari menarik asap rokok pikirannya melayang. dua tahun lalu ia adalah seorang petarung. dua tahun lalu ia adalah seorang prajurit. namun kini ia hanya bayang-bayang tanpa nama. dalam pikirannya yang berkelana diantara bilah bilah waktu mencoba mengenang masa masa indah, namun...
namun pikiran indah itu hanyalah berujud seorang gadis yang memandangnya hangat. gigi kelincinya dibalut bibir tipis selalu mengatakan hal-hal terbaik dan mengubur hal hal buruk, meskipun ia terjerembab dalam lembah paling nista sekalipun. tubuh kurus kecil yang tak ragu berbagi meskipun ia sendiri kelaparan. dan tentu saja senyum hangat yang selalu meneguhkan jiwanya yang selama ini berdiri di tubir ketidakwarasan. seseorang yang percaya kasih sayang, cinta dan mimpi adalah jalan membuka kebebasan.
dia dipanggil ratu, ia adalah simbol, simbol yang tercerabut oleh tangan sang pria itu sendiri. tenggelam dalam kilatan radioaktif yang tangannya sendiri ciptakan. bulir bulir airmata bermunculan dan bibir keringnya hanya berbisik lirih, "maafkan aku ratu..."
peluit kereta terdengar.. mendekat, perlahan-lahan, sang pria mengangkat dagunya dan kereta barang itu berhenti. sementara pintu-pintu membuka, pria pria bersenjata berlompatan keluar. dan sang pria mengangkat tangannya. puluhan orang lain bersenjata lengkap muncul dari sudut sudut stasiun, memasuki kereta.
seorang pria kurus dengan kepala hampir botak dan wajah bercodet mendekat dan memberi salut, " Major Nordraven...."
"alps..." major Nordraven bangkit, dari dalam mantelnya sepucuk senapan serbu HK416 mengintip, "kau sehat?"
"sehat Major, waktunya sudah tiba." Letnan Alpha, wakil Komandan ODA 048 US Special Forces menunjuk ke belakangnya, "seseorang ingin bertemu denganmu..."
dari belakang tapak tapak langkah terdengar. major Nordraven berbalik. "seorang gadis lagi?"
"jangan khawatir Mayor, dia...."
major Nordraven beradu pandang dengan seorang gadis dengan mata tajam, tubuhnya tidak dapat disembunyikan pakaian longgar, terutama seragam tempur Gorka khas rusia yang dilapisi sabuk peluru. wajahnya penuh sudut runcing dengan bibir tipis miskin senyum, alis tebalnya menukik beradu. memandang mata Major Nordraven.
mata itu berbeda dengan mata para prajurit biasa yang kosong, mata ini dipenuhi.... bara? dan gerak tubuhnya berbeda dengan sang ratu yang anggun, lebih dekat ke gerak tubuh prajurit, lengannya tergantung bebas sembari menenteng sepucuk senapan serbu AKM-74
ilustrasi gear sang gadis
"dia... berbeda.." sang gadis itu berkata, ia menyodorkan tangannya, "Triarona Kusuma..." Mayor Noodraven menggenggam tangan itu. kuat keras mantap, dan.. "panggil aku Tya, Mayor Nordraven."
Triarona kusuma
kedua mata itu bertatapan sejenak saling mengukur. namun Tya membuka suara duluan, "Alps aku keluarkan dari tahanan, dan aku mewarisi sejumlah besar gerilyawan dari ayahku yang tewas duluan. semenjak kecil aku hanya tahu bertarung. aku hanya mau mengikuti operasimu karena utang budiku pada alps yang membalaskan kelakuan Junta pada ayahku.
dan aku sudah bertarung semenjak mulai haid, dan ayahku selalu bilang jangan percayai siapapun. terutama pria sepertimu, antek Amerika. aku tahu kau akan meninggalkanku dan orang-orangku bila sudah tidak sesuai lagi dengan kepentinganmu bukan?"
mayor Nordraven menghela nafas panjang, "aku bukan lagi antek Amerika, Task Force K3 dibubarkan semenjak Kolonel Enrico Tewas bersama ratu Viny. aku diperintahkan untuk tetap ada disini. sampai ada perlawanan yang lebih besar lagi yang menjadi alasan untuk PBB dan dunia untuk intervensi. jadi sampai sekarang tidak ada dukungan amerika, ataupun CIA." pernyataan yang separuh benar, karena sebelumnya task force K3 beroperasi dengan dana gelap CIA yang tersebar diseluruh dunia. dan kini sisa dana itu yang ODA 048 pakai untuk memulai pemberontakan kembali.
"Mayor, aku akan mengikuti permainanmu sekali saja... sebagai pembayaran hutang budi."
"dan jadilah..." Mayor Nordraven mengangguk. ia hanyalah satu bagian kecil dari sisa sisa task force K3, dan kini lima kereta api lainnya penuh gerilyawan tengah memasuki kota. mengobarkan kembali perlawanan terhadap Junta. PDRS kini telah kembali.
mereka memasuki kereta, pintu pintu menutup dan semua orang menatap pria disebelahnya dengan tegang. mayor noodraven terduduk sebelum melangkah masuk ke gerbong terakhir. memeriksa peralatan tempurnya, terakhir kali memasang helm tempurnya, sebelum helm itu terpasang, sebuah wajah gadis bermata sipit memandangnya lembut...
mayor Noordraven mengelus wajah itu sekali. dan memasang helm. memasuki gerbong. sementara pintu gerbong terbanting dibelakangnya. dibawah pandangan mata tajam... ia membanting tubuh ke lantai gerbong.
sayu sayup suara lokomotif menghela gerbong kereta.... Operation Inner Heaven is a go....
Tambun, Bekasi, 5 kilometer dari posisi Major Noordraven.
seorang gadis berjalan diantara selusuran yang membatasi rumahnya dengan kontrakan sebelah. dan lampu tetap menyala seperti biasa. tetapi kursi malas disana tidak terisi. tidak ada seorang pemuda yang biasanya duduk disana sembari membaca buku, ataupun merokok dengan ditemani kopi kental.
hampir tidak ada orang mau berbicara dengannya. tapi gadis itu tidak. ia hanya kesepian. suatu hari sang gadis terdampar ditepi jalan karena ban bocor. pria itu yang mengantarkannya pulang. ketika ia malu malu bertanya mengenai apapun, pria itu seperti selalu punya jawaban. fisika, matematika, bahasa, sastra.... dan ia bisa berbahasa jepang, berganti aksen dan berganti menjadi bahasa jerman, dan bagi jiwa kecilnya. pria itu sangat.... misterius?
tetapi pria itu sangat jauh dan dekat pada saat bersamaan. ia mau melayani sang gadis berbicara sampai jauh malam, bercerita tentang apapun. memperdebatkan hal-hal tak penting. dan pria itu selalu ada...kecuali kini... ia hanya digantikan selembar kertas.
sang gadis merapatkan selimut, menahan udara hujan dingin, meraih surat itu... membacanya...
"hai, dedek pesek sipit, jaga baik baik kursiku. dan halamanku kalau sempat. dan kalau takdir mempertemukan hidupku dengan hidupmu kembali.. mungkin kita... mungkin kita bisa bicarakan hal yang lebih penting.
hatur hormatku padamu.
Rolf Nordraven."
sang gadis mengerutkan kening. tak mengerti... namun ia mengambil surat itu dan berlalu pergi. separuh jalan.. kilatan kilatan terdengar. disusul getaran-getara berupa letupan letupan teredam. sang gadis memandang langit jakarta... dipenuhi kilatan-kilatan dan gemuruh ledakan.
dan sang gadis berlalu, menyelinap kembali kedalam rumahnya....
No comments:
Post a Comment