Tuesday, September 9, 2014

Ve For Vear: The Prequel

Kengir Gulag, Kazakhstan. 17 May 1954

bau sangit asap terbakar menembus hidung dan menyelusup diantara hidung sementara perkelahian dan tembakan terdengar diantara tempik sorak. neraka dunia bersama dengan teriakan kematian terdengar jelas menyelusup diantara padang rumput kazakhstan.

seorang gadis menatap langit diantara teriakan dan batu yang beterbangan tidak mempedulikan pertempuran disekitarnya. kekacauan dan kemarahan seolah tak menyentuhnya. seseorang menyentuh bahunya dan kemudian tersungkur ditabrak orang lain dan dipukuli hingga otaknya berceceran.

ia melewati setumpukan mayat yang dibakar dengan terburu-buru, tak mempedulikan teriakan seorang sipir penjara yang menguliti wajahnya sendiri sembari tertawa histeris. ia tak mempedulikan sekumpulan manusia memakan bangkai sesamanya. ia tak pedulikan setumpukan tubuh telanjang penghuni wanita Gulag yang diperkosa kemudian dibunuh dengan dicekik perlahan dalam orgasme pasca kematian. ia tak pedulikan.

matanya tajam dengan aura sendu, sekumpulan kecil lemak membentuk garis wajah yang halus.... dengan rambut tergerai ia mengangkat tangannya dan sejumlah besar manusia dihadapannya bertumbangan dengan darah mengucur dari hidung dan telinga.

ia tetap terduduk sembari memeluk lutut dan tak mempedulikan apapun...


United States Strategic Activities Division, Studies and Observation Group, Central Intelligence Agency (SAD SOG CIA, 4 kilometer dari Kengir Gulag.

seseorang bangkit diantara mayat mayat, berjalan dengan mata kosong. satu-satunya yang bertahan dari serangan kekacauan dan kegilaan mendadak. para tawanan gulag menyerang mereka dengan tangan kosong tanpa mempedulikan nyawa. bahkan tak ragu saling memakan dan hanya bisa dibunuh dengan satu tembakan di kepala

Sersan Mayor Rudolf Henri Nordraven, dahulunya dikenal sebagai unterfeldwebel Rudolf Henri Nordraven, Grossdeustchland Panzergrenadier. veteran perang dunia kedua berjalan dengan mata kosong. ia membuang pistolnya yang tak lagi berisi. dan kini berjalan diantara salju diantara mayat-mayat. ia memuntahkan isi terakhir dari perutnya, tersungkur dan kembali bangkit.

serangan di kepalanya kembali terasa, namun getaran ketakutan yang merasuk terus ia lawan. ia pernah melihat yang lebih parah di front Timur. ia pernah melihat kekejian lebih parah. diantara gundukan salju ia melihat ular menyerangnya dan ia hanya melambai hingga ular itu hanya menghilang.

"pembunuh..."


"penjahat....."



"pemerkosa...."


"mati...."


"mati..."

Rudolf melihat seseorang menyerangnya, dan ia hanya menghindar, menancapkan belati di jantung si penyerang, dua lainnya menyerang dengan menggenggam tongkat dan Rudolf menangkap tongkat itu dan merebutnya dan menghantam pangkal tenggorokan si penyerang sebelum ia membanting pria terakhir ke tanah. menarik bayonet dari sepatunya dan menancapkan bayonet ke mata si penyerang.

sebuah gerakan di belakangnya kembali terdengar, ia menarik sekop yang dibawa si penyerang dan hendak menghantamkannya sebelum ia.....

seorang gadis berdiri dihadapannya... menatapnya sendu,

tak perlu berkata apapun...

aku tahu semuanya tentangmu, apa yang kau lewati, apa horor yang kau hadapi selama perang, aku tahu apa yang kau lalui. kau adalah pendosa. tidak-tidak perlu menjawab, kebanyakan orang akan membela diri, tapi kau tidak.

setiap orang yang kutemui punya ketakutan, punya apa yang mereka takuti, tetapi kau tidak. kau hanya mencari kematian.... menebus dosa selama kau bertempur di perang dunia....

aku hanyalah seseorang yang lahir dari laboratorium, kau tidak, kau punya kehidupan..kehidupan yang samasekali tak kupahami....

untuk menjawab pertanyaanmu, namaku 4878, aku tidak punya nama seperti kalian, aku lahir di Peenemunde.. apa yang kuketahui hanyalah sebuah beranda rumah dimana ada seseorang yang beberapa saat mengaku sebagai ibuku....

aku tahu Annherbe dan Nazi memandangku sebagai senjata, namun perang membawaku kemari, ditangan soviet...

untuk apa hidup aku selalu bertanya, dalam hatimu kau hanya berkata: kebebasan... tapi hidup itu tidak berlaku buatku, aku hanya sebuah senjata yang harus kau musnahkan sebelum membunuh lebih banyak orang lain... maaf Sersan Rudolf, kau....

"untuk apa kau hidup, untuk apa kau bebas, untuk apa kau berada di dunia bukanlah urusanmu, kau punya takdir untuk kau penuhi." sersan Rudolf berkata. dan tangannya melempar sekop di tangannya. tepat menancap di dada sang gadis... 

"dan kau bukanlah senjata, kau adalah manusia, kau hanya terlambat untuk memahami itu." sersan rudolf berjalan mendekat dan mencabut sekop dari dada sang gadis.

ternyata kematian tidak begitu menyebalkan... satu hal terakhir... kau akan hidup, kau akan hidup dalam kutukanku dalam dirimu, jalan hidupmu akan selalu sama, dipenuhi darah, kematian dan pertempuran, dan setiap bayangan dan langkahmu akan selalu dikejar dosa, itulah pembalasanku untukmu.... kau akan abadi.... dalam kutukan!

rudolf hanya menggeleng, dan berlalu. menyeret mayat sang gadis, dan menggali sebuah kubur dangkal. melempar mayat sang gadis kedalamnya. ia meraba tabung spesimen berisi darah sang gadis didalam jaketnya. ia mengambil papan sederhana sebelum sebuah tanya berseru: siapa nama gadis ini?

ia bukan 4878, ia berhak akan sebuah nama, seorang gadis yang lahir sebagai berkat tuhan, namun perang mengubahnya menjadi kutukan... dan sebuah nama terbersit dipemikirannya.... berkat dan beranda rumah yang damai...

Rudolf berjalan menjauh meninggalkan kubur dangkal dengan nisan sederhana....


JESSICA VERANDA
1939-1954


masa Kini, Operational Detachment Alpha 048, Fort Bragg, North Carolina, sebelum misi Indonesian Liberation.

seorang pria menutup buku harian tua... dan diantara api membara ia melempar diary itu kedalam api membara. 

"mayor? apa itu?"

"cuma racauan pria tua Alps, aku sendiri tak paham isinya."

"okelah, kita berangkat dua jam lagi. tapi Mayor, Rudolf Henri Noordraven?" Alps memandang sebaris huruf yang terbaca sebelum ditelan api.

"ayahku... dia adalah salah satu veteran juga, pria busuk yang tak pernah muncul dirumah.."

alps mengangkat bahu dan berjalan keluar sebelum ia melihat sekelebat bayangan di Belakang Mayor Nordraven... bayangan gadis berbaju putih mengapung di udara, meliriknya sekilas dengan mata sendu dan s dan tersenyum hangat....

Alps menggelengkan kepalanya, "sepertinya aku butuh istirahat..."




No comments:

Post a Comment